Selasa, 27 Oktober 2015

PELANGGARAN ETIKA OLEH SEORANG AUDITOR (CHAPTER 1)




BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
Etika adalah ilmu mempelajari tentang apa yang baik dan buruk serta mengenai hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.
                   1.        Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
                   2.        Norma agama berasal dari agama
3.        Norma moral berasal dari suara batin.
4.        Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika

Fungsi Etika yaitu sebagai sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan, Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis, dan Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.

Dalam menjalankan profesinya, akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis mereka terhadap organisasi dimana mereka bekerja, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri (Anni, 2004). Etika telah menjadi kebutuhan penting bagi semua profesi yang ada agar tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari hukum.

Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakanya dengan profesi lain yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggota profesi (Boyton dan Kell, 1996, hal. 71). Etika profesi disusun oleh suatu organisasi profesi dalam bentuk kode etik. Kode etik bertujuan memberitahu anggota profesi tentang standar perilaku yang diyakini dapat menarik kepercayaan masyarakat dan memberitahu masyarakat bahwa profesi berkehendak untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas bagi kepentingan masyarakat. Anggota profesi seharusnya menaati kode etik profesi sebagai wujud kontraprestasi bagi masyarakat atas kepercayaan yang diberikannya (Carey, 1956,hal 3-4).
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan. 

Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi. 

Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.

Akuntan publik adalah seorang akuntan yang menjalankan praktek akuntan publik yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang dibuat kliennya. Dalam penelitian ini akuntan publik yang dimaksud adalah seorang auditor independen yang bekerja pada kantor akuntan publik. Peneliti perlu mengadakan observasi karena akuntan publik mempunyai kepentingan untuk memperkenalkan kantor akuntan publiknya dengan menjelaskan tentang kualifikasi profesional, jenis jasa maupun harga jasa yang ditawarkan. Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.  

Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan atau organisasi. Dalam menjalankan profesinya, auditor memiliki hubungan yang sangat unik dengan pengguna jasanya jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Profesi lain mendapatkan penugasan dari pengguna jasa dan bertanggung jawab juga kepadanya, sementara auditor mendapatkan penugasan dan memperoleh fee dari perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan, namun bertanggung jawab kepada pengguna laporan keuangan tersebut. Hubungan yang unik ini sering kali menempatkan auditor pada situasi-situasi dilematis, oleh sebab itu sangat penting bagi auditor untuk melaksanakan audit dengan kompeten dan tidak bias (Arens dan Loebbecke, 2000).

Profesi auditor bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan atau organisasi, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan. Auditor harus mengevaluasi berbagai alternatif informasi dalam jumlah yang relative banyak untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan, yaitu bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

Kode Etik Akuntan Indonesia melarang akuntan publik melakukan advertensi. Larangan beradvertensi dinyatakan secara eksplisit dalam pernyataan Etika Profesi Nomor 4 tentang iklan bagi KAP. Pernyataan tersebut secara tegas menyebutkan larangan bagi akuntan public mengiklankan diri atau mengijinkan orang lain untuk mengiklankan nama atau jasa yang diberikanya kecuali yang sifatnya pemberitahuan. Kode Etik tentang larangan beradvertensi ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa advertensi dapat merusak manfaat profesi akuntan publik bagi masyarakat. Larangan melakukan advertensi bertujuan menjaga kualitas layanan jasa akuntan public terutama kualitas opininya sehingga manfaat profesi akuntan publik dapat dirasakan oleh masyarakat.

Dalam perkembangannya, suatu perubahan besar telah terjadi dalam Aturan Etika Profesi. Setelah 28 tahun dilarang, Kantor Akuntan Publik saat ini telah bebas beriklan. Rapat Anggota Luar Biasa Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) tanggal 5-6 Juni 2000 di Bandung telah mengesahkan Aturan Etika IAI-KAP yang membolehkan anggotanya, Akuntan Publik, memasang iklan. Aturan ini merupakan aturan etika pertama yang dimiliki oleh IAI Kompartemen. Aturan tentang iklan terdapat dalam ketentuan Nomor 502, “Anggota dalam menjalankan praktek akuntan public diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, mengadakan promosi pemasaran, dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi”. Yang dimaksud merendahkan citra profesi di dalam Aturan Etika No. 502 adalah jika anggota dalam upaya memperoleh klien, memasang iklan, melakukan promosi pemasaran atau kegiatan pemasaran lainnya yang bersifat palsu, menyesatkan, menipu atau memaksa, berlebihan atau pelecehan. Diterapkannya Aturan  Etika Profesi yang baru merupakan peluang bagi akuntan publik untuk mensosialisasikan KAP mereka. Masalah baru yang muncul adalah sekarang akuntan publik dihadapkan pada pilihan apakah mereka harus melakukan pemasangan iklan atau tidak, jenis informasi yang akan disampaikan kepada konsumen, dan media apa yang akan digunakan. Karena advertensi selama ini dilarang, maka dengan munculnya fenomena baru ini akan sangat dicermati oleh konsumen. Hal ini makin kuat dengan munculnya beberapa pendapat yang menyatakan ketidaksetujuan pada peraturan IAI yang baru tersebut. Apakah konsumen akan menganggap bahwa advertensi yang dilakukan oleh akuntan tidak etis dan harus dihindari atau sebaliknya. Konsumen akan menghargai informasi dalam advertensi dan memilih akuntan yang menawarkan keunggulannya. 

Komisi Pemilihan Umum (disingkat KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia. Secara ringkas mungkin, KPU yang ada sekarang merupakan KPU keempat yang dibentuk sejak era Reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999, beranggotakan 53 orang anggota, dari unsur pemerintah dan Partai Politik. KPU pertama dilantik Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001, beranggotakan 11 orang, dari unsur akademis dan LSM. KPU kedua dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan tujuh orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum. Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image KPU harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Sebagai anggota KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain menjadi motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena didukung oleh personal yang jujur dan adil. Tepat tiga tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan non-partisan. Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam Pasal 22-E Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun. Perubahan penting dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif. Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu juga mengatur kedudukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam rangka mengawal terwujudnya Pemilihan Umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu. Di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, jumlah anggota KPU adalah 11 orang. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, jumlah anggota KPU berkurang menjadi 7 orang. Pengurangan jumlah anggota KPU dari 11 orang menjadi 7 orang tidak mengubah secara mendasar pembagian tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban KPU dalam merencanakan dan melaksanakan tahap-tahap, jadwal dan mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil Presiden dan Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah. Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, komposisi keanggotaan KPU harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Masa keanggotaan KPU 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji. Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas : mandiri; jujur; adil; kepastian hukum; tertib penyelenggara Pemilu; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi dan efektivitas. Cara pemilihan calon anggota KPU-menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu-adalah Presiden membentuk Panitia Tim Seleksi calon anggota KPU tanggal 25 Mei 2007 yang terdiri dari lima orang yang membantu Presiden menetapkan calon anggota KPU yang kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengikuti fit and proper test. Sesuai dengan bunyi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang N0 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, Tim Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9 Juli 2007 telah menerima 545 orang pendaftar yang berminat menjadi calon anggota KPU. Dari 545 orang pendaftar, 270 orang lolos seleksi administratif untuk mengikuti tes tertulis. Dari 270 orang calon yang lolos tes administratif, 45 orang bakal calon anggota KPU lolos tes tertulis dan rekam jejak yang diumumkan tanggal 31 Juli 2007.

1.2.                    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah penulisan ini adalah :
1.    Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi seperti apa yang dilakukan oleh KPU?
2.    Bagaimanakah solusi yang tepat untuk dapat menangani kasus pelanggaran tersebut?






1.3.            Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis menyesuaikan topik yang relevan, yaitu membatasi masalah hanya menyangkut pada kasus pelanggaran etika profesi akuntansi pada KPU.

1.4.            Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah dan batasan masalah dia atas maka tujuan pada penulisan ini adalah :
1.    Untuk mengetahui pelanggaran etika profesi akuntnasi yang dilakukan oleh KPU.
2.    Untuk mengetahui solusi yang tepat untuk dapat menangani kasus pelanggaran tersebut.

1.5.            Manfaat Penulisan

Penulis berharap, informasi yang diperoleh dari penulisan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah :
1.    Bagi Penulis
Dengan penulisan ini penulis berharap dapat menambah pengetahuan bagi penulis dalam etika profesi akuntansi.
2.    Bagi Pihak Perusahaan
Sebagai masukan bagi KPU agar lebih baik lagi kedepannya, dan memilih auditor yang baik, dan tepat sesuai etika profesi akuntansi.

1.6.            Metode Penulisan
Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode Studi Pustaka. Studi pustaka adalah penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan mengumpulkan teori-teori umum maupun khusus yang berkaitan dengan topik etika profesi akuntansi yang diambil. Adapun objek penelitian berupa buku-buku, bacaan, dan artikel baik dari media masa ataupun internet yang berkaitan dengan topik yang akan digunakan sebagai landasan teori.





Referensi:
2.      renny.staff.gunadarma.ac.id/.../Modul+Etika+Profesi+ 
3.      IAI KAP, Aturan Etika Profesi Akuntan Publik 
4.      AICPI, Code of Professional Conduct 
5.      Aturan Etika IAI Kompartemen-kompartemen diluar IAI KAP
7.      http://nikenwp.blogspot.co.id/2015/10/pelanggaran-etika-oleh-seorang-auditor.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar