Rabu, 01 Juni 2016

PERLAKUAN AKUNTANSI INDONESIA DALAM PANAMA PAPERS



Panama Papers (terjemahan bebas: Dokumen Panama) adalah kumpulan 11,5 juta dokumen rahasia yang dibuat oleh penyedia jasa perusahaan asal Panama, Mossack Fonseca. Dokumen ini berisi informasi rinci mengenai lebih dari 214.000 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya. Dokumen tersebut mencantumkan nama pemimpin lima negara — Argentina, Islandia, Arab Saudi, Ukraina, dan Uni Emirat Arab — serta pejabat pemerintahan, kerabat dekat, dan teman dekat sejumlah kepala pemerintahan sekitar 40 negara lainnya, termasuk Brasil, Cina, Perancis, India, Malaysia, Meksiko, Malta, Pakistan, Rusia, Afrika Selatan, Spanyol, Suriah, dan Britania Raya. Sementara Amerika Serikat tidak ada karena Amerika Serikat sendiri memiliki beberapa negara bagian yang sudah dianggap sebagai surga pajak seperti Delaware, Nevada, dan Kepulauan Virgin.
Rentang waktu dokumen ini dapat ditelusuri hingga tahun 1970-an. Dokumen berukuran 2,6 terabita ini diberikan oleh seorang sumber anonim kepada Süddeutsche Zeitung pada bulan Agustus 2015 dan International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Dokumen bocoran ini kemudian disebarkan kepada dan dianalisis oleh kurang lebih 400 wartawan di 107 organisasi media di lebih dari 80 negara. Laporan berita pertama berdasarkan dokumen ini bersama 149 berkas dokumennya diterbitkan pada tanggal 3 April 2016.
Kebocoran Dokumen Panama Papers
Sebuah kebocoran dokumen finansial berskala luar biasa mengungkapkan bagaimana 12 kepala negara (mantan dan yang masih menjabat) memiliki perusahaan di yuridiksi bebas pajak (offshore) yang dirahasiakan. Dokumen yang sama membongkar bagaimana orang-orang yang dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatur transfer dana sebesar US$ 2 miliar lewat berbagai bank dan perusahaan bayangan.
Setidaknya ada 128 politikus dan pejabat publik dari seluruh dunia yang namanya tercantum dalam jutaan dokumen yang bocor ini. Mereka terkait dengan berbagai perusahaan gelap yang sengaja didirikan di wilayah-wilayah surga bebas pajak (tax havens).
Total catatan yang terbongkar mencapai 11,5 juta dokumen. Keberadaan semua data ini memberikan petunjuk bagaimana firma hukum bekerjasama dengan bank untuk menjajakan kerahasiaan finansial pada politikus, penipu, mafia narkoba, sampai miliuner, selebritas dan bintang olahraga kelas dunia.
Temuan itu merupakan hasil investigasi sebuah organisasi wartawan global, International Consortium of Investigative Journalists, sebuah koran dari Jerman SüddeutscheZeitung dan lebih dari 100 organisasi pers dari seluruh dunia. Satu-satunya media di Indonesia yang terlibat dalam proyek investigasi ini adalah Tempo.
Dokumen yang diperoleh konsorsium jurnalis global ini mengungkapkan keberadaan perusahaan di kawasan surga pajak (offshore companies) yang dikendalikan perdana menteri dari Islandia dan Pakistan, Raja Arab Saudi, dan anak-anak Presiden Azerbaijan.
Ada juga perusahaan gelap yang dikendalikan sedikitnya 33 orang dan perusahaan yang masuk daftar hitam pemerintah Amerika Serikat karena hubungan sebagian dari mereka dengan kartel narkoba Meksiko, organisasi teroris seperti Hezbollah atau terkoneksi dengan negara yang pernah mendapat sanksi internasional seperti Korea Utara dan Iran.
Satu dari perusahaan itu bahkan menyediakan bahan bakar untuk pesawat jet yang digunakan pemerintah Suriah untuk mengebom dan menewaskan ribuan warga negaranya sendiri. Demikian ditegaskan seorang pejabat pemerintah Amerika Serikat.
“Temuan ini menunjukkan bagaimana dalamnya praktek yang merugikan dan kejahatan di perusahaan-perusahaan yang sengaja didirikan di yuridiksi asing (offshore),” kata Gabriel Zucman, ekonomis dari University of California, Berkeley, AS dan penulis buku ‘The Hidden Wealth of Nations: The Scourge of Tax Havens’.
Zucman yang mengetahui proses investigasi kebocoran dokumen ini menegaskan bahwa publikasi atas dokumen rahasia ini seharusnya mendorong pemerintah untuk bekerjasama memberikan sanksi tegas pada yurisdiksi dan institusi yang terlibat dalam jejaring kerahasiaan finansial di dunia offshore.
Politisi dan Pengusaha Indonesia
Di Indonesia, nama-nama para miliarder ternama yang setiap tahun langganan masuk daftar orang terkaya versi Forbes Indonesia bertebaran dalam dokumen Mossack. Menurut tempo, mereka diantaranya:
  1. James Riady (grup Lippo)
  2. Franciscus Welirang (Direktur PT Indofood Sukses Makmur)
  3. Rini Soemarno Menteri BUMN
  4. Rini Soemarno Menteri BUMN
Menyikapi beredarnya nama-nama pengusaha tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sofyan Djalil mengatakan, jika ada yang menghindari pajak, maka negara akan mengejar pajaknya. Kementerian Keuangan tidak menunggu lama untuk menelusuri 2.961 nama orang dan perusahaan Indonesia yang tertera di dokumen penyelewengan pajak yang bocor, Panama Papers. Daftar nama itu akan dipanggil satu per satu.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku, sudah meminta Ditjen Pajak (DJP) membentuk unit khusus guna menganalisis ribuan nama dalam Panama Papers. Data akan dikaji oleh Menkeu apakah valid  atau tidak, kemudian dicek konsistensinya dengan data yang dimiliki oleh Menkeu. 

Menurut Bambang Brodjonegoro, jika ada ketidaksesuaian dengan pelaporan selama ini oleh orang-orang yang namanya disebut dalam Panama Papers, wajib pajak tersebut akan ditindak ''Karena itu, saya minta Pak Ken (Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, Red) untuk pelajari data itu. Beliau menjelaskan bahwa pemerintah sebenarnya telah memiliki data resmi tentang orang Indonesia yang memiliki rekening di luar negeri atau yang mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau special purpose vehicle (SPV) di berbagai negara. Data bersumber dari perbankan, dimana data yang Menkeu peroleh dari sumber resmi, bukan dari sumber yang sama (dengan Panama Papers) dan otoritas keuangan negara-negara tersebut. 

Sementara itu, data orang-orang Indonesia yang memiliki SPV dalam Panama Papers tersebut akan digunakan sebagai pelengkap data resmi Ditjen Pajak. Sumber data pemerintah saat ini, masih terbatas dari beberapa negara. Data yang dimiliki, tax havens (negara suaka pajak) adalah British Virgin Island (BVI), Cook Islands, dan Singapura. 

Kementerian Keuangan telah mengidentifikasi negara, rekening, bank, serta nama 6 ribu orang Indonesia tersebut. Dengan skema yang akan diterapkan dalam RUU Pengampunan Pajak, rekening itu diharapkan bisa kembali ke Indonesia atau setidaknya pemilik rekening bisa melaporkan aset mereka.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Mekar Satria Utama me­nambahkan, ada unit khusus yang akan mengkaji data tersebut. Dokumen itu akan dibandingkan dengan data Ditjen Pajak : Jika konsisten, akan menambah potensi penggalian kami. Tetapi, jika tidak, ini akan menjadi data baru untuk diselidiki lebih lanjut.

Dia menjelaskan, untuk proses selanjutnya, Ditjen Pajak akan meminta keterangan kepada wajib pajak yang masuk dalam dokumen tersebut. Jika dalam tahap klarifikasi itu si pembayar pajak tidak memberikan keterangan dengan jelas dan enggan memperbaiki SPT, tahap selanjutnya adalah pemeriksaan. Jadi nanti Ditjen Pajak akan panggil satu per satu orang yang namanya ada di Panama Papers.

Reaksi dan investigasi resmi
Terdapat 803 nama pemegang saham, 10 perusahaan, 28 perusahaan yang diciptakan, dan 58 nama pihak terkait yang disebutkan dalam dokumen Panama Papers. Beberapa nama pengusaha yang disebut dalam dokumen tersebut antara lain pengusaha minyak, Riza Chalid, pengusaha Sandiaga Uno, hingga buronan Kejaksaan Agung, Djoko S. Tjandra. Menyikapi beredarnya nama-nama pengusaha tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sofyan Djalil mengatakan, jika ada yang menghindari pajak, maka negara akan mengejar pajaknya

Sumber :

NEGARA YANG TERMASUK ANGLO SAXON&NON SAXON, PERLAKUAN AKUNTANSINYA



Pengertian Anglo Saxon
Anglo-Saxon adalah negara-negara maritim kepulauan yang terletak di Eropa. Sebutan ini dapat disederhanakan, Anglo-Saxon merupakan negara-negara yang termasukInggris Raya dan negara-negara lainnya di kepulauan Inggris. Anglo Saxon merupakan negara-negara berbudaya khas dan berbeda sejarah sosial budaya dengan negara-negara di daratan Eropa Barat lainnya yang disebut kontinental. Inggris, Irlandia, Amerika Serikat dan Australia adalah negara-negara yang disebut sebagai Anglo-Saxon.
Karakteristik Sistem Hukum Anglo Saxon
Sebelum menguraikan tentang bentuk perbandingan dan karakteristik sistem anglo saxon (coman law) terlebih dulu perlu diketahui bahwa sejarah pembentukan hukum di negara-negara eropa sama-sama menghendaki adanya satu hukum nasional atau unifikasi.
Berikut ini akan diuraikan bentuk dan karakteristik dari sistem hukum anglo saxon hukum pidana atau sering dikenal dengan sistem hukum coman law adalah sebagai berikut
1. Sistem hukum anglo saxon pada hakikatnya bersumber pada :
a. Custom
Merupakan sumber hukum tertua, oleh karena ia lahir dari dan berasal dari sebagian hukum Romawi, custom ini tumbuh dan berkembang dari kebiasaan suku anglo saxon yang hidup pada abad pertengahan. Pada abad ke 14 custom law akan melahirkan common law dan kemudian digantikan dengan precedent
b. Legislation
Berarti undang-undang yang dibentuk melalui parlemen. undang-undang yang demikian tersebut disebut dengan statutes. Sebelum abad ke 15, legislation bukanlah merupakan salah satu sumber hukum di Inggris, klarena pada waktu itu undang-undang dikeluarkan oleh raja dan Grand Council (terdiri dari kaum bangsawan terkemuka dan penguasa kota, dan pada sekitar abad ke 14 dilakukan perombakan yang kemudian dikenal dengan parlemen.
c. Case-Law
Sebagai salah satu sumber hukum, khsusnya dinegara Inggris merupakan ciri karakteristik yang paling utama. Seluruh hukum kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat tidak melalui parlemen, akan tetapi dilakukan oleh hakim, sehingga dikenal dengan judge made law, setiap putusan hakim merupakan precedent bagi hakim yang akan datang sehingga lahirlah doktrin precedent sampai sekarang
2. Sebagai konsekuensi dipergunakannya sistem case law dengan doktrin precedent yang merupakan ciri utama dari sistem hukum anglo saxon (Inggris) maka tidak sepenuhnya menganut sistem asas legalitas, dan hal tersebut dapat dilihat pada bukti sebagai berikut :
a. Adanya legislation sebagai sumber hukum disampaing custom law dan case law
b. Jika suatu perkara terjadi pertentangan antara case law dan statue law, maka pertama-tama akan dipergunakan case law, sedangkan statute law akan dikesampingkan.
3. Bertitik tolak dari doktrin precedent dimaksud maka kekuasaan hakim di sistem anglo saxon (comman law) sangat luas dalam memberikan penafsiran terhadap suatu ketentuan yang tercantum dalam undang-undang. Bahkan salah satu negara yang mengaut sistem ini yaitu Inggris diperbolehkan tidak sepenuhnya bertumpu pada ketentuan suatu undang-undang jika diyakini olehnya bahwa ketentuan dimaksud tidak dapat diterapkan dalam kasus pidana yang sedang dihadapinya. Dalam hal demikian haki dapat menjatuhkan putusan sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan atau melaksanakan asas precedent sepenuhnya. Dilihat dari kekuasaan hakim pada sistem ini sangat luas dalam memberikan penafsiran tersebut, sehingga dapat membentuk hukum baru, maka nampaknya sistem hukum comman law (anglo saxon) kurang memperhatikan kepastian hukum.
4. Ajaran kesalahan dalam sistem hukum comman law dikenal dengan Mens-Rea yang dilandaskan pada maxim “Actus non est reus mens rea” yang berarti suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah, kecuali jika pikiran orang itu jahat
5. Dalam sistem hukum anglo saxon atau comman law pertanggungjawaban pidana tergantung dari ada atau tidaknya “berbuat atau tidak berbuat sesuatu dan sikap bathin yang jahat. Namun demikian unsur sikap bathin yang jahat tersebut merupakan unsur yang mutlak dalam pertanggungjawaban pidana dan harus ada terlebih dahulu pada perbuatan tersebut sebelum dilakukan penuntutan. Dalam perkembangan selanjutnya unsur sikap bathin yang jahat tersebut tidak lagi dianggap sebagai syarat yang utama, misalnya pada delik-delik tentang ketertiban umum atau kesejahteraan umum.
6. Sistem hukum yang menganut sistem anglo saxon atau comman law tidak mengenal adanya perbedaan kejahatan dan pelanggaran, sebagaimana halnya di negara-negara yang menganut civil law atau eropa continental. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH Pidana) sebagai hukum positif di negara Indonesia mengenal adanya perbedaan di atas.
7. Sistem hukum acara pidana yang berlaku di negara-negara comman law atau anglo saxon pada prinsipnya menganut sistem Acusatoir
Negara yang menganun anglo Saxon
Sistem hukum Anglo saxon diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.
Sejarah Perkembangan Akuntansi: Dari Sistem Kontinental ke Anglo Saxon
Sejalan dengan perkembangan Sistem Pembukuan Berpasangan, sistem akuntansi Anglo Saxon (sistem Amerika) diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1960. Sebelumnya, di Indonesia menggunakan pembukuan sistem Belanda yang sebenarnya merupakan Sistem Kontinental (sistem akuntansi yang berlaku di Daratan Eropa). Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan sistem kontinental adalah kenyataan bahwa Indonesia dijajah selama tiga setengah abad oleh Belanda. Akibatnya, banyak hal berpengaruh terhadap perkembangan negara, termasuk salah satunya adalah sistem pembukuan yang dipakai. Di Indonesia, sistem pembukuan tersebut dikenal dengan Tata Buku (Book Keeping). Selanjutnya, dengan semakin majunya perkembangan perekonomian, sistem pembukuan warisan Belanda tersebut tidak lagi bisa diandalkan. Akhirnya, semakin banyak sistem pencatatan yang bersumber pada sistem akuntansi Amerika (Anglo Saxon) yang digunakan di Indonesia.
Jika dibandingkan, cakupan pembahasan tata buku tidaklah sama dengan akuntansi. Tata buku dapat dikatakan bagian dari akuntansi, sementara akuntansi memiliki cakupan yang sangat luas bahkan masih terbagi lagi dalam bidang-bidang akuntansi lainnya. Oleh karena itu, sistem akuntansi sangat cocok untuk diterapkan di alam perekonomian indonesia yang semakin maju. Kemudian, agar terdapat keseragaman pembukuan dalam sistem pelaporan keuangan, Ikatan Akuntansi Indonesia menyusun aturan dasar yang menghimpun prinsip, prosedur, metode dan teknik akuntansi penyusunan laporan keuangan yang disebut Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Sumber :