·
PENALARAN
Proses
berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan bahwa sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan
dasar penyimpulan disebut dengan premis (entesedens) dan hasil kesimpulannya
disebut dengan konklusi (consequense). Hubungan antara premis dan konklusi
disebut konsekuensi.
Menurut Jujun Suriasumantri, penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :
a. Proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu.
b. Sifat analitik dari proses bepikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Menurut Jujun Suriasumantri, penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :
a. Proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu.
b. Sifat analitik dari proses bepikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Pengetahuan
yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau
Fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran
mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta
tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan
paham empirisme.
Menurut
Glass dan Holyoak (Jacob, 1997,h.29) bahwa penalaran meliputi berbagai simpulan
pengetahuan mutahir dan keyakinan. Penalaran, pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah merupakan proses kognitif yang saling berhubungan.
Pengambilan keputusan meliputi usaha untuk mencapai setiap variasi dari
berbagai tipe tujuan. Dengan demikian, penalaran jelas meliputi pengambilan
keputusan, sedangkan penalaran dan pengambilan keputusan diperlukan untuk
menyelesaikan masalah. Sehingga, pengambilan keputusan berarti menaksir dan
memilih di antara beberapa alternatif yang tersedia.
Penalaran
adalah bentuk khusus dari berpikir dalam upaya pengambilan inferensi dan
konklusi yang digambarkan oleh premis. Setiap penalaran adalah berpikir, tetapi
tidak semua berpikir adalah penalaran.
Menurut
Galotti (1989) bahwa penalaran logis berarti mentransformasikan informasi yang
diberikan untuk memperoleh suatu konklusi (Matlin, 1994, h. 379). Ada dua macam
penalaran logis, yaitu: (1) penalaran kondisional, dan (2) penalaran silogistik
(silogisme).
a. Penalaran kondisional.
a. Penalaran kondisional.
Penalaran
kondisional berhubungan dengan pernyataan/proposisi: “jika ..., maka ...”
Bagian “jika ...” disebut anteseden. Antesden artinya proposisi yang
dimunculkan lebih pertama. Sedangkan, bagian “maka ...” disebut konsekuen.
Konsekuen artinya proposisi berikutnya. Di sini, pernyataan kondisional tidak
menegaskan bahwa jika antesedennya benar atau konsekuennya benar adalah benar:
hanya menyatakan bahwa antesedennya mengakibatkan konsekuennya. Pengertian
esensial dari pernyataan kondisional adalah relasi dari implikasi yang
ditetapkan untuk berperan antara anteseden dan konsekuennya dalam aturan. Untuk
mengerti makna dari suatu pernyataan kondisional, maka kita harus mengerti apa
implikasinya. Ada empat situasi penalaran kondisional yang dapat benar seperti
berikut:
1) Mengesahkan anteseden: berarti bahwa bagian kalimat “jika ...” adalah benar. Bentuk penalaran ini menuju kepada konklusi valid atau konklusi benar.
1) Mengesahkan anteseden: berarti bahwa bagian kalimat “jika ...” adalah benar. Bentuk penalaran ini menuju kepada konklusi valid atau konklusi benar.
2) Mengesahkan
konsekuen: berarti bahwa bagian kalimat “maka ...” adalah benar. Bentuk
penalaran ini menuju kepada konklusi invalid atau konklusi tidak benar.
3) Menyangkal anteseen: berarti bahwa bagian kalimat “jika ...” adalah salah. Menyangkal anteseden mengarah kepada konklusi invalid atau konklusi tidak benar.
4) Menyangkal konsekuen: berarti bahwa bagian kalimat “maka ...” adalah benar. Bentuk penalaran ini menuju kepada konklusi valid atau konklusibenar.
b. Penalaran silogistk (silogisme).
3) Menyangkal anteseen: berarti bahwa bagian kalimat “jika ...” adalah salah. Menyangkal anteseden mengarah kepada konklusi invalid atau konklusi tidak benar.
4) Menyangkal konsekuen: berarti bahwa bagian kalimat “maka ...” adalah benar. Bentuk penalaran ini menuju kepada konklusi valid atau konklusibenar.
b. Penalaran silogistk (silogisme).
Silogisme
(syllogism dilafalkan “sill-owe-jizz-um”) memuat dua premis, atau pernyataan
yang harus kita asumsikan benar, ditambah suatu konklusi. Silogisme meliputi
kuantitas, sehingga menggunakan kata - kata; semua, untuk setiap, ada, tak
satupun, atau istilah - istilah sinonim lainnya. Dalam penalaran kondisional,
pernyataan sering dinyatakan dengan huruf - huruf p dan q. Sedangkan, dalam
silogisme menggunakan simbol – simbol tradisional A, B, dan C.
Contoh 1: Premis 1 : Ada A adalah B.
Premis 2 : Ada B adalah C.
Konklusi : Ada A adalah C.
Apabila kita ajukan pertanyaan untuk menyatakan apakah konklusi itu benar atau salah, maka mungkin kita akan berpikir sejenak, untuk menentukan “contoh nyata” manakah yang dapat menggantikan A, B, dan C sedemikian sehingga 3 konklusi itu menjadi benar. Perlu diingat bahwa, konklusi dari suatu silogisme hanya benar saja atau salah saja, namun kadang - kadang bisa saja tidak dapat mengatakannya benar atau salah. Dengan demikian, untuk Contoh 1 kita tidak dapat mengatakan benar atau salah.
Contoh 1: Premis 1 : Ada A adalah B.
Premis 2 : Ada B adalah C.
Konklusi : Ada A adalah C.
Apabila kita ajukan pertanyaan untuk menyatakan apakah konklusi itu benar atau salah, maka mungkin kita akan berpikir sejenak, untuk menentukan “contoh nyata” manakah yang dapat menggantikan A, B, dan C sedemikian sehingga 3 konklusi itu menjadi benar. Perlu diingat bahwa, konklusi dari suatu silogisme hanya benar saja atau salah saja, namun kadang - kadang bisa saja tidak dapat mengatakannya benar atau salah. Dengan demikian, untuk Contoh 1 kita tidak dapat mengatakan benar atau salah.
·
PROPOSISI
suatu ekspresi verbal dari keputusan
yang berisi pengakuan atau pengingkaran sesuatu predikat terhadap suatu yang
lain, yang dapat dinilai bener atau salah.
Jenis-jenis proposisi terbagimenjadi 4 bagian :
1. Proposisi berdasarkan Bentuk :
a. proposisi tunggal adalah proposisi yang memiliki 1 subjek dan 1 predikat.
Contoh : Unie menyayi
Ayah membaca koran
b. Proposisi majemuk adalah proposisi yang memiliki 1 subjek dan lebih dari 1 predikat.
Contoh : Indra belajar bermain piano dan menyayi di studio
Adik Belajar bahasa indonesia dan membuat kalimat majemuk
2.Proposisi berdasarkan Sifat :
a. Proposisi Kategorial adalah proposisi dimana hubungan antara subyek dan predikatnya mempunyai syarat apapun
Contoh : Semua Perempuan di indonesia akan mengalami Menstruasi
Setiap mengendarai mobil harus memakai seftybeld
b. Proposisi kondisional adalah proposisi dimana hubungan antara subjek dan predikat membutuhkan syarat tertentu.
Contoh : Jika yogi lulus UN maka saya akan berikan hadiah
Jika saya lulus penelitian ilmiah maka saya akan mengadakan syukuran
3. Proposisi berdasarkan kualitas:
a. proporsisi positif, yaitu proporsisi dimana predikatnya mendukung atau membenarkan subjeknya.
Contoh : Semua gajah berbadan besar
Semua ilmuwan adalah orang pandai
b. proporsisi negatif, yaitu proporsisi dimana predikatnya menolak atau tidak mendukung subjeknya.
Contoh : Tidak ada wanita yang berjenggot
Tidak ada binatang yang bisa bicara
4. proporsisi berdasarkan kuantitas:
a. proporsisi universal, yaitu proporsisi dimana predikatnya mendukung atau mengingkari semua.
Contoh : Semua warga Indonesia mememiliki KTP
Semua masyarakat mematuhi peratura lalulintas
b. proporsisi spesifik / khusus, yaitu proporsisi yang predikatnya membenarkan sebagian subjek.
Contoh : Tidak semua murid patuh kepada gurunya
Jenis-jenis proposisi terbagimenjadi 4 bagian :
1. Proposisi berdasarkan Bentuk :
a. proposisi tunggal adalah proposisi yang memiliki 1 subjek dan 1 predikat.
Contoh : Unie menyayi
Ayah membaca koran
b. Proposisi majemuk adalah proposisi yang memiliki 1 subjek dan lebih dari 1 predikat.
Contoh : Indra belajar bermain piano dan menyayi di studio
Adik Belajar bahasa indonesia dan membuat kalimat majemuk
2.Proposisi berdasarkan Sifat :
a. Proposisi Kategorial adalah proposisi dimana hubungan antara subyek dan predikatnya mempunyai syarat apapun
Contoh : Semua Perempuan di indonesia akan mengalami Menstruasi
Setiap mengendarai mobil harus memakai seftybeld
b. Proposisi kondisional adalah proposisi dimana hubungan antara subjek dan predikat membutuhkan syarat tertentu.
Contoh : Jika yogi lulus UN maka saya akan berikan hadiah
Jika saya lulus penelitian ilmiah maka saya akan mengadakan syukuran
3. Proposisi berdasarkan kualitas:
a. proporsisi positif, yaitu proporsisi dimana predikatnya mendukung atau membenarkan subjeknya.
Contoh : Semua gajah berbadan besar
Semua ilmuwan adalah orang pandai
b. proporsisi negatif, yaitu proporsisi dimana predikatnya menolak atau tidak mendukung subjeknya.
Contoh : Tidak ada wanita yang berjenggot
Tidak ada binatang yang bisa bicara
4. proporsisi berdasarkan kuantitas:
a. proporsisi universal, yaitu proporsisi dimana predikatnya mendukung atau mengingkari semua.
Contoh : Semua warga Indonesia mememiliki KTP
Semua masyarakat mematuhi peratura lalulintas
b. proporsisi spesifik / khusus, yaitu proporsisi yang predikatnya membenarkan sebagian subjek.
Contoh : Tidak semua murid patuh kepada gurunya
·
INFERENSI
Sebuah
pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur
selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk
sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan
pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar
(pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses
yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang
apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis
(pembicara).
Inferensi
atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara
karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan
jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan
salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi
lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau
pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut
untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi
adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna
tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur). Untuk menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita
mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lian;
Inferensi Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh:
Bu, besok
temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju
baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan
tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang
di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari premis
tersebut dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang
ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
Inferensi
Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua
/ lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar
penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A :
Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi
yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang
lain;
A : Saya
melihat ke dalam kamar itu.
B :
Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai
missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: kamar itu
memiliki plafon
·
IMPLIKASI
suatu
keterlibatan antara dua buah objek atau lebih. Untuk lebih jelasnya berikut
penjelasanya.
Contoh :
“Jika
matahari bersinar maka udara terasa hangat” Jadi, bila kita tahu bahwa matahari
bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama
artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”. ”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”. “Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”. “Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”. ”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”. “Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”. “Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan
pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah
cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar
merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar.
·
EVIDENSI
Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang
dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil
pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena.
Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini
sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat
dihindarkan.
Kita mungkin mengartikannya sebagai “cara bagaimana
kenyataan hadir” atau perwujudan dari ada bagi akal”. Misal Mr.A mengatakan
“Dengan pasti ada 301.614 ikan di bengawan solo”, apa komentar kita ? Tentu
saja kita tidak hanya mengangguk dan mengatakan “fakta yang menarik”. Kita akan
mengernyitkan dahi terhadap keberanian orang itu untuk berkata demikian. tentu
saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan sebagai “kepastian”,
Tentu saja kemungkinan untuk benar tidak dapat di
kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan jumlah yang
persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan persetujuan
kita mengapa ? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan jelaslah
tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap pernyataan
tersebut.
Sebaliknya, kalau seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya
duduk, “Ada tiga jendela di dalam ruang ini,” persetujuan atau ketidak setujuan
saya segera jelas. Dalam hal ini evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan
mudah didapatkan. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data
atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan
keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
Cara menguji data :Data dan informasi yang di gunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap di gunakan sebagai evidensi.
Di bawah ini beberapa cara yang dapat di gunakan untuk pengujian tersebut.
1.Observasi
2.Kesaksian
3.Autoritas
Cara menguji fakta :
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilitian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil. Apakah itu dalam bentuk Konsistensi atau Koherensi.
·
Cara
Menguji Data
Supaya data dan informasi dapat dipergunakan dalam penalaran data dan
informasi itu harus merupakan fakta. Sebab itu perlu diadakan
pengujia-pengujian melalui cara-cara tertentu. Berikut ada beberapa cara yang
dapat dipergunakan untuk mengadakan pengujian tersebut.a. bservasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka diperlukan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu.
b. Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi tidak harus selalu dilakukan dengan observasi, untuk itu pengarang atau penulis dapat melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang mengalami sendiri tentang persoalan itu.
c. Autoritas
Cara ketiga yang dapat digunakan untuk menguji fakta ialah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai keahlian mereka dalam bidang itu.
·
Cara
Menguji fakta
Sebagai telah dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data dan informasi
yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penelitian, apaka
data dan informasi itu merupakan kenyataan atau yang sungguh-sungguh terjadi.
Pada tahap selanjutnya pengarang atau penulis perlu mengadakan penilaian selanjutnya,
guna memperkuat fakta yang akan digunakan sehingga memperkuat kesimpulan yang
akan diambil. Dengan kata lain, perlu diadakannya seleksi untuk menentukan
fakta mana yang akan dijadikan evidensi.a. Konsistensi
Dasar pertama yang dapat dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan digunakan sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi lainnya.
b. Koheresi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penelitian fakta yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan sikap yang berlaku. Penulis harus dapat meyakinkan para pembaca untuk dapat setuju, atau menerima fakta-fakta dan jalan pikiran yang kemukakannya, maka secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.
Cara Menilai Autoritas
Seorang penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas-desus, atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data-data eksperimental. Apa yang harus dilakukan bila seorang menghadapi kenyataan bahwa pendapat autoritas-autoritas itu berbeda-beda? Yang dapat dilakukan adalah membandingkan-bandingkan autoritas-autoritas itu, mengadakan evaluasi atas pendapat-pendapat itu untuk menemukan suatu pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menilai suatu autoritas, penulis dapat memilih beberapa pokok berikut.
a. Tidak Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka, artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri. Autoritas juga tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya. Untuk mengetahui apakah autoritas itu tidak memperoleh keuntungan pribadi dari pendapat dan kesimpulannya, penulis harus memperhatikan apakah autoritas itu mempunyai interes yang khusus terhadap sesuatu.
b. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Semua itu diperlukan untuk memperkokoh kedudukan pendapatnya, berdasarkan pengalaman-pengalaman dan penelitian-penelitian yang dilakukannya. Tetapi sekurang-kurangnya pendidikan serta pengalaman-pengalaman sebagai tampak dari tulisan-tulisan hasil penelitiannya akan memberi keyakinan pada penulis tentang autoritasnya.
c. Kemashuran dan prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain. Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Akan sangat salah ketika pendapatnya itu diambil dari orang yang tidak kompeten pada bidangnya dan dikutip dan diperlakukan sebagai autoritas tanpa mengadakan penilaian sampai dimana kebenaran pendapatnya itu.
d. Koherasi dan kemajuan
Hal keempat yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah apakah pendapat yang diberikan oleh autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat sikap terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan
dan pendapat terakhir tidak selalu berarti yang terbaik. Tetapi harus diakui
bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat
terakhir dari ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena
autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk
membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan
keburukannya atau kelemahannya, sehingga dapat mencetuskan pendapat yang lebih
baik.
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar