BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Etika adalah ilmu mempelajari
tentang apa yang baik dan buruk serta mengenai hak dan kewajiban moral
(akhlak). Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/
kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Etika disebut juga filsafat moral
adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika
tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia
harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan
norma sopan santun.
1.
Norma hukum
berasal dari hukum dan perundang-undangan
2.
Norma agama
berasal dari agama
3.
Norma moral
berasal dari suara batin.
4.
Norma sopan
santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari
etika
Fungsi
Etika yaitu sebagai sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan
dengan pelbagai moralitas yang membingungkan, Etika ingin menampilkan
keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara
rasional dan kritis, dan Orientasi
etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Dalam menjalankan profesinya, akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
standar perilaku etis mereka terhadap organisasi dimana mereka bekerja, profesi
mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri (Anni, 2004). Etika telah menjadi
kebutuhan penting bagi semua profesi yang ada agar tidak melakukan tindakan
yang menyimpang dari hukum.
Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakanya
dengan profesi lain yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggota profesi
(Boyton dan Kell, 1996, hal. 71). Etika profesi disusun oleh suatu organisasi
profesi dalam bentuk kode etik. Kode etik bertujuan memberitahu anggota profesi
tentang standar perilaku yang diyakini dapat menarik kepercayaan masyarakat dan
memberitahu masyarakat bahwa profesi berkehendak untuk melakukan pekerjaan yang
berkualitas bagi kepentingan masyarakat. Anggota profesi seharusnya menaati
kode etik profesi sebagai wujud kontraprestasi bagi masyarakat atas kepercayaan
yang diberikannya (Carey, 1956,hal 3-4).
Timbul dan
berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan
berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara
tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa
sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan
modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum
perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik
mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat
kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen
perusahaan.
Profesi
akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa
assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa
profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil
keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review,
dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah
suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten
tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material,
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang
dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu
pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah
jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara
umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan
tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah
pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan
atau organisasi tersebut.
Akuntan publik adalah seorang akuntan yang menjalankan praktek akuntan
publik yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang
pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang dibuat kliennya. Dalam penelitian
ini akuntan publik yang dimaksud adalah seorang auditor independen yang bekerja
pada kantor akuntan publik. Peneliti perlu mengadakan observasi karena akuntan
publik mempunyai kepentingan untuk memperkenalkan kantor akuntan publiknya
dengan menjelaskan tentang kualifikasi profesional, jenis jasa maupun harga
jasa yang ditawarkan. Profesi akuntan
publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan
perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi
keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber
ekonomi.
Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk
membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan atau
organisasi. Dalam menjalankan profesinya, auditor memiliki hubungan yang sangat
unik dengan pengguna jasanya jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Profesi
lain mendapatkan penugasan dari pengguna jasa dan bertanggung jawab juga
kepadanya, sementara auditor mendapatkan penugasan dan memperoleh fee
dari perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan, namun bertanggung jawab
kepada pengguna laporan keuangan tersebut. Hubungan yang unik ini sering kali
menempatkan auditor pada situasi-situasi dilematis, oleh sebab itu sangat
penting bagi auditor untuk melaksanakan audit dengan kompeten dan tidak bias
(Arens dan Loebbecke, 2000).
Profesi auditor bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan
keuangan perusahaan atau organisasi, sehingga masyarakat memperoleh informasi
keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan. Auditor harus
mengevaluasi berbagai alternatif informasi dalam jumlah yang relative banyak
untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan, yaitu bukti audit kompeten yang
cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan
konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit.
Kode Etik Akuntan Indonesia melarang akuntan publik melakukan advertensi.
Larangan beradvertensi dinyatakan secara eksplisit dalam pernyataan Etika
Profesi Nomor 4 tentang iklan bagi KAP. Pernyataan tersebut secara tegas
menyebutkan larangan bagi akuntan public mengiklankan diri atau mengijinkan
orang lain untuk mengiklankan nama atau jasa yang diberikanya kecuali yang
sifatnya pemberitahuan. Kode Etik tentang larangan beradvertensi ditetapkan
berdasarkan pertimbangan bahwa advertensi dapat merusak manfaat profesi akuntan
publik bagi masyarakat. Larangan melakukan advertensi bertujuan menjaga
kualitas layanan jasa akuntan public terutama kualitas opininya sehingga
manfaat profesi akuntan publik dapat dirasakan oleh masyarakat.
Dalam perkembangannya, suatu perubahan besar telah terjadi dalam Aturan
Etika Profesi. Setelah 28 tahun dilarang, Kantor Akuntan Publik saat ini telah
bebas beriklan. Rapat Anggota Luar Biasa Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP) tanggal 5-6 Juni 2000 di Bandung telah mengesahkan
Aturan Etika IAI-KAP yang membolehkan anggotanya, Akuntan Publik, memasang
iklan. Aturan ini merupakan aturan etika pertama yang dimiliki oleh IAI
Kompartemen. Aturan tentang iklan terdapat dalam ketentuan Nomor 502, “Anggota
dalam menjalankan praktek akuntan public diperkenankan mencari klien melalui
pemasangan iklan, mengadakan promosi pemasaran, dan kegiatan pemasaran lainnya
sepanjang tidak merendahkan citra profesi”. Yang dimaksud merendahkan citra
profesi di dalam Aturan Etika No. 502 adalah jika anggota dalam upaya
memperoleh klien, memasang iklan, melakukan promosi pemasaran atau kegiatan
pemasaran lainnya yang bersifat palsu, menyesatkan, menipu atau memaksa,
berlebihan atau pelecehan. Diterapkannya Aturan
Etika Profesi yang baru merupakan peluang bagi akuntan publik untuk
mensosialisasikan KAP mereka. Masalah baru yang muncul adalah sekarang akuntan
publik dihadapkan pada pilihan apakah mereka harus melakukan pemasangan iklan
atau tidak, jenis informasi yang akan disampaikan kepada konsumen, dan media
apa yang akan digunakan. Karena advertensi selama ini dilarang, maka dengan
munculnya fenomena baru ini akan sangat dicermati oleh konsumen. Hal ini makin
kuat dengan munculnya beberapa pendapat yang menyatakan ketidaksetujuan pada
peraturan IAI yang baru tersebut. Apakah konsumen akan menganggap bahwa
advertensi yang dilakukan oleh akuntan tidak etis dan harus dihindari atau
sebaliknya. Konsumen akan menghargai informasi dalam advertensi dan memilih
akuntan yang menawarkan keunggulannya.
Komisi Pemilihan Umum (disingkat KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia. Secara ringkas mungkin, KPU yang ada
sekarang merupakan KPU keempat yang dibentuk sejak era Reformasi
1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16
Tahun 1999, beranggotakan 53 orang anggota, dari unsur pemerintah dan Partai
Politik. KPU pertama dilantik Presiden BJ Habibie.
KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001, beranggotakan
11 orang, dari unsur akademis dan LSM. KPU kedua dilantik oleh Presiden Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk
berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan tujuh orang anggota yang
berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik
tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena
masalah hukum. Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image KPU
harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan mampu
memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya Pemilu yang
jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat
yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Sebagai anggota
KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain menjadi
motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena
didukung oleh personal yang jujur dan adil. Tepat tiga tahun setelah
berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan
pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya
kualitas penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut
independen dan non-partisan. Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan
bersama pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam
Pasal 22-E Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003
Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai
penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan
bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum
mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap
menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan
meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU
dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun. Perubahan
penting dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu,
meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan
perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara
lebih komprehensif. Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai
lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab
sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan
seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan
Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007
Tentang Penyelenggara Pemilu juga mengatur kedudukan panitia pemilihan yang
meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara
Pemilihan Umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting
dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam rangka
mengawal terwujudnya Pemilihan Umum secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki
integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan
Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat
diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU,
KPU Provinsi, dan Bawaslu. Di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang
Pemilu DPR, DPD dan DPRD, jumlah anggota KPU adalah 11 orang. Dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu,
jumlah anggota KPU berkurang menjadi 7 orang. Pengurangan jumlah anggota KPU
dari 11 orang menjadi 7 orang tidak mengubah secara mendasar pembagian tugas,
fungsi, wewenang dan kewajiban KPU dalam merencanakan dan melaksanakan
tahap-tahap, jadwal dan mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil
Presiden dan Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah. Menurut Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, komposisi keanggotaan KPU
harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
persen). Masa keanggotaan KPU 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan
sumpah/janji. Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas : mandiri;
jujur; adil; kepastian hukum; tertib penyelenggara Pemilu; kepentingan umum;
keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi dan
efektivitas. Cara pemilihan calon anggota KPU-menurut Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu-adalah Presiden membentuk Panitia Tim
Seleksi calon anggota KPU tanggal 25 Mei 2007 yang terdiri dari lima orang yang
membantu Presiden menetapkan calon anggota KPU yang kemudian diajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk mengikuti fit and proper test. Sesuai dengan bunyi
Pasal 13 ayat (3) Undang-undang N0 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu,
Tim Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9 Juli 2007 telah menerima 545 orang
pendaftar yang berminat menjadi calon anggota KPU. Dari 545 orang pendaftar,
270 orang lolos seleksi administratif untuk mengikuti tes tertulis. Dari 270
orang calon yang lolos tes administratif, 45 orang bakal calon anggota KPU
lolos tes tertulis dan rekam jejak yang diumumkan tanggal 31 Juli 2007.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah penulisan ini adalah :
1.
Pelanggaran
Etika Profesi Akuntansi seperti apa yang dilakukan oleh KPU?
2.
Bagaimanakah
solusi yang tepat untuk dapat menangani kasus pelanggaran tersebut?
1.3.
Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis
menyesuaikan topik yang relevan, yaitu membatasi masalah hanya menyangkut pada
kasus pelanggaran etika profesi akuntansi pada KPU.
1.4.
Tujuan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah dan batasan masalah dia atas maka tujuan pada penulisan ini
adalah :
1.
Untuk
mengetahui pelanggaran etika profesi akuntnasi yang dilakukan oleh KPU.
2.
Untuk
mengetahui solusi yang tepat untuk dapat menangani kasus pelanggaran tersebut.
1.5.
Manfaat Penulisan
Penulis berharap, informasi yang
diperoleh dari penulisan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya
adalah :
1.
Bagi Penulis
Dengan penulisan ini penulis
berharap dapat menambah pengetahuan bagi penulis dalam etika profesi akuntansi.
2.
Bagi Pihak
Perusahaan
Sebagai masukan bagi KPU agar lebih
baik lagi kedepannya, dan memilih auditor yang baik, dan tepat sesuai etika
profesi akuntansi.
1.6.
Metode Penulisan
Dalam melakukan penulisan ini,
penulis menggunakan metode Studi Pustaka. Studi pustaka adalah penelitian yang
dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan mengumpulkan teori-teori umum
maupun khusus yang berkaitan dengan topik etika profesi akuntansi yang diambil.
Adapun objek penelitian berupa buku-buku, bacaan, dan artikel baik dari media
masa ataupun internet yang berkaitan dengan topik yang akan digunakan sebagai
landasan teori.
Referensi:
2.
renny.staff.gunadarma.ac.id/.../Modul+Etika+Profesi+
3.
IAI KAP, Aturan
Etika Profesi Akuntan Publik
4.
AICPI, Code of
Professional Conduct
5.
Aturan Etika
IAI Kompartemen-kompartemen diluar IAI KAP
7.
http://nikenwp.blogspot.co.id/2015/10/pelanggaran-etika-oleh-seorang-auditor.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar