Pengertian Etika
Dari asal usul
kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/
kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang
menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya
- Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
- Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Tindakan
manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi
menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.
·
Norma hukum
berasal dari hukum dan perundang-undangan
·
Norma agama
berasal dari agama
·
Norma moral
berasal dari suara batin.
·
Norma sopan
santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari
etika
Perkembangan
Etika Bisnis di Indonesia.
Etika bisnis
dapat dikatakan baru berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika
dibandingkan dengan etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti
etika politik, dan kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan
semakin gencarnya pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama
dengan hidupnya kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika bisnis
perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka perilaku
bisnis di Indonesia.
Disadari
bahwa tuntutan dunia bisnis dan manajemen dewasa ini semakin tinggi dan keras
yang mensyaratkan sikap dan pola kerja yang semakin profesional. Persaingan
yang makin ketat juga juga mengharuskan pebisnis dan manajer untuk
sungguh-sungguh menjadi profesional jika mereka ingin meraih sukses. Namunyang
masih sangat memprihatinkan di Indonesia adalah bahwa profesi bisnis belum
dianggap sebagai profesi yang luhur. Hal ini disebabkan oleh pandangan
masyarakat yang menganggap bahwa bisnis adalah usaha yang kotor. Itulah
sebabnya bisnis selalu mendapatkan konotasi jelek, sebagai kerjanya orang-orang
kotor yang disimbolkan lintah darat yaitu orang yang mengeruk keuntungan secara
tidak halal menghisap darah orang lain. Kesan dan sikap masyarakat seperti ini
sebenarnya disebabkan oleh orang-orang bisnis itu sendiri yang memperlihatkan
citra negatif tentang bisnis di masyarakat. Banyak pebisnis yang menawarkan
barang tidak bermutu dengan harga tinggi, mengakibatkan citra bisnis menjadi
jelek. Selain itu juga banyak pebisnis yang melakukan kolusi dan nepotisme
dalam memenangkan lelang, penyuapan kepada para pejabat, pengurangan mutu untuk
medapatkan laba maksimal, yang semuanya itu merupakan bisnis
a-moral dan tidak etis dan menjatuhkan citra bisnis di Indonesia.
Rusaknya
citra bisnis di Indonesia tersebut juga diakibatkan adanya pandangan tentang
bisnis di masyarakat kita, yaitu pandangan praktis-realistis dan bukan
pandangan ideal. Pandangan praktis-realistis adalah pandangan yang bertumpu
pada kenyataan yang berlaku umum dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis
sebagai suatu kegiatan di antara manusia untuk memproduksi, menjual dan membeli
barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Pada pandangan ini ditegaskan
secara jelas bahwa tujuan dari bisnis adalah mencari laba. Bisnis adalah
kegiatan profit making, bahkan laba dianggap sebagai satu-satunya tujuan
pokok bisnis. Dasar pemikiran mereka adalah keuntungan itu sah untuk menunjang
kegiatan bisnis itu. Tanpa keuntungan bisnis tidak mungkin berjalan. Friedman
dalam De George (1986) menyatakan bahwa dalam kenyataan keuntunganlah yang
menjadi satu-satunya motivasi dasar orang berbisnis. Karena orang berbisnis
inginmencari keuntungan, maka orang yang tidak mau mencari keuntungan bukan
tempatnya di bidang bisnis. Inilah suatu kenyataan yang tidak bisa disangkal.
Lain halnya dengan pandangan ideal, yaitu melakukan kegiatan bisnis karena
dilatarbelakangi oleh idealisme yang luhur.
Menurut
pandangan ini bisnis adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut
memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Dasar pemikiran mereka adalah pertukaran timbal balik secara fair,
di antara pihak-pihak yang teribat. Maka yang ingin ditegakkan adalah keadilan
kumulatif dan keadilan tukarmenukar yang sebanding. Konosuke Matsushita dalam
Lee dan Yoshihara (1997) yang menyatakan bahwa tujuan bisnis sebenarnya
bukanlah mencari keuntungan, melainkan untuk melayani masyarakat. Sedangkan
keuntungan adalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang kita
lakukan. Fokus perhatian bisnis adalah memberi pelayanan dan pemenuhan
kebutuhan masyarakat dan kita akan memperoleh keuntungan dari pelayanan
tersebut. Pandangan bisnis ideal semacam ini, bisnis yang baik selalu memiliki
misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan. Misi itu adalah
meningkatkan standar hidup masyarakat, dan membuat hisup manusia menjadi lebih
manusiawi melalui pemenuhan kebutuhan secara etis.
Melihat
pandangan bisnis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis di
Indonesia masih jelek. Citra jelek tersebut disebabkan oleh pandangan pertama
yang melihat bisnis hanya sebagai sekedar mencari keuntungan. Tentu saja
mencari keuntungan sebagaimana dikatakan di atas. Hanya saja sikap yang timbul
dari kesadaran bahwa bisnis hanya mencari keuntungan telah mengakibatkan
perilaku yang menjurus menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa mengindahkan nilai-nilai manusiawi lainnya seperti
adanya persaingan tidak sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan, eksploitasi
buruh dan sebagainya. Keuntungan adalah hal yang baik dan perlu untuk menunjang
kegiatan bisnis selanjutnya, bahkan tanpa keuntungan, misi luhur bisnis pun
tidak akan tercapai. Persoalan dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan
agar keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah
melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihakpihak
yang terkait dalam bisnis ini. Perkembangan etika bisnis di Indonesia yang
demikian itu, nampaknya hingga sekarang masih jauh dari harapan.
Perilaku
bisnis yang tidak etis untuk mendapatkan keuntungan maksimum akan berdampak
sebagai berikut.
1. Upah dan
kesejahteraan karyawan menurun. Seperti diketahui bahwa salah satu ukuran yang
digunakan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya adalah memaksimumkan
hasil penjualan dan meminimumkan seluruh biaya perusahaan. Upaya meminimumkan
biaya perusahaan antara lain dengan menekan upah tenaga kerja. Akibatnya
kesejahteraan karyawan menjadi rendah dan tidak sesuai dengan kontribusi kerja
yang diberikan karyawan kepada perusahaan. Keadaan tersebut telah melanggar
etika bisnis.
2. Mematikan
usaha pemasok. Para pengusaha seringkali menekan harga faktor input yang
diperoleh dari para pemasok. Selain itu pengusaha cenderung menunda pembayaran.
Hal ini akan berakibat mematikan usaha dan mata pencaharian para pemasok.
Bahkan beberapa perusahaan besar berupaya mendirikan perusahaan baru atau
mengakuisisi perusahaan yang telah ada untuk menggantikan fungsi para pemasok.
Keadaan tersebut melanggar etika bisnis, karena etika yang benar adalah
mendorong perkembangan para pemasok yang dalam jangka panjang akan menguntungkan
perusahaan yang
bersangkutan.
3. Merusak
lingkungan. Untuk memaksimumkan keuntungan, masih banyak pengusaha yang
cenderung menggunakan input yang yang merusak lingkungan alam. Terutama hal ini
terjadi pada sektor usaha dan industri yang berorientasi pada bahan baku dari
alam. Selain itu juga proses produksi yang menghasilkan limbah industri yang
mencemari lingkungan. Ambisi para pengusaha ini melanggar etika bisnis karena
keuntungan yang didapatkan diperoleh dengan mengorbankan lingkungan hidup. Hal
ini berarti bahwa keuntungan yang diperolehnya didapat atas korban dari
masyarakat lainnya.
4. Merugikan
konsumen. Akibat ambisi pengusaha untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya, masih banyak pengusaha yang merugikan konsumen, antara lain
dengan menurunkan kualitas barang dan jasa yang dihasilkan di bawah standar,
pengiriman barang yang lambat, dan menaikkan harga barang di atas norma-norma
kewajaran. Di dalam etika bisnis hal-hal tersebut melanggar moralitas usaha.
Selain itu, penyampaian output hasil usaha kepada para konsumen sering
dilaksanakan melalui pedagang perantara atau pengecer untuk memperluas jaringan
distribusi. Tindakan akuisisi jaringan pengecer (retailer) untuk
kepentingan produsen akan membunuh pedagang eceran dan hal ini melanggar etika
bisnis.
5.
Membohongi bank dan lembaga pembiayaan lain. Masih banyak para konsultan yang
dalam membuat appraisal cenderung menyatakan feaseable, walaupun
sebenarnya tidak demikian. Masih banyak penilai yang menaikkan nilai aset yang
bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak kredit. Masih banyak para akuntan yang
tidak jujur. Dengan hal-hal tersebut, maka bank dengan tanpa penelitian seksama
memberikan kredit melebihi dari yang seharusnya. Hal inipun merupakan tindakan
perusahaan yang melanggar etika bisnis.
Sumber :
dion.staff.gunadarma.ac.id/.../Konsep+Etika+Bisnis.do...
Ketut Rinjin, Etika Bisnis dan
Implemantasinya, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004
https://melvinaliciouz.wordpress.com/2012/03/27/etika-bisnis-dan-perkembangannya/
http://nikenwp.blogspot.co.id/2015/12/perkembangan-etika-bisnis-dan-profesi.html